Lumajang-tidak hanya kaya akan potensi
wisatanya seperti puncak Mahameru Gunung Semeru, wisata danau atau ranu, bukit B-29, pura mandara girisemeru dan beberapa pantai-pantai yang berada di wilayah selatan Lumajang.
Namun Lumajang juga kaya akan seni budayanya yang lahir dari keragaman suku
yang ada di dalam kehidupan masyarakat Lumajang dan beberapa diantaranya
merupakan peninggalan sejak zaman dahulu atau saat Lumajang dalam bentuk
kerajaan dan beberapa lagi peninggalan sejak zaman penjajahan Belanda. Bila di
Jember mengenalkan seni dan budayanya dengan parade busana lewat Jember FashionCarnaval (JFC), Banyuwangi lewat Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) dan Situbondolewat Best Situbondo Carnival (BSC), Lumajang punya cara tersendiri dalam
melestarikan seni dan budayanya, yaitu dengan menggelar ajang kesenian khas
Lumajang yang beberapa diantaranya sebagai berikut :
Jaran Kencak, adalah sebuah kesenian tradisional
khas dari Lumajang yang menurut kisahnya kesenian ini lahir pada masa Arya
wiraraja memerintah kerajaan Lamajang, yang bukti sejarahnya bisa ditemukan di
desa Biting, kecamatan Sukodono,
Lumajang. Dahulu kerajaan
Lamajang mempunyai wilayah yang luas, mencakup wilayah tapal kuda dan pulau
Madura. Konon orang yang menciptakan kesenian ini adalah seorang pertapa sakti
dari gunung Lemongan yang bernama Klabiseh, yang memiliki kesaktian dapat
menundukan kuda liar dan membuatnya menari. Kesenian ini di beri nama “Jaran
Kencak” yang dalam bahasa setempat, jaran berarti kuda dan kencak berarti
menari. Pada zaman dahulu kesenian ini ditampilkan sebagai wujud suka cita dari
masyarakat akan kemakmuran dan kesejahteraan wilayahnya. Namun menurut kisah
lain, kesenian “jaran kencak” ini adalah sebagai wujud penghormatan kepada kuda
kesayangan milik adipati Ranggalawe yang bernama Nila ambhara yang terkenal
paling pintar dan tangguh di zaman itu. Sekarang kesenian jaran kencak
ditampilkan melalui sebuah festival yang biasanya dilakukan menyambut hari jadi
kabupaten Lumajang, setiap tahun di bulan desember. Festival ini diikuti tidak
kurang dari 200 kuda yang sudah terlatih dan sangat diminati masyarakat
terutama dari Lumajang bahkan dari luar Lumajang dan manca negara. Pada acara
festival tersebut, ratusan kuda yang terbagi dalam beberapa kelompok lengkap
dengan pakaian warna-warni dan pengiring yang membawa tabuhan alat musik
tradisional seperti gong, kenong, ketipung, sronen (sejenis terompet) dilepas
mulai jalan alun-alun utara dan finis di stadion Semeru. Kuda-kuda tersebut
sepanjang perjalanan 2 Km menari-nari, berjingkrak-jingkrak, geal-geol mengikuti
alunan irama musik tradisional yang merupakan percampuran dari kesenian Madura,
reog Ponorogo juga beberapa kesenian asli Lumajang dan sekitarnya. Sesekali
kuda-kuda tersebut berdiri dan berjalan menggunakan 2 kaki belakangnya, juga
terkadang duduk mengikuti arahan sang pawang. Pada perkembangannya kesenian
jaran kencak ini terdapat beberapa modifikasi, seperti terdapat iring-iringan
para penari dibelakangnya, hal ini di adopsi dari kesenian tari gandrung
Banyuwangi yang cukup terkenal dan beberapa juga mengadopsi kostum-kostum khas
daerah lain untuk para pengiringnya.
Tari Topeng
Kaliwungu, lahir
di desa Kaliwungu diciptakan oleh seorang seniman yaitu almarhum bapak senemo.
Beliau ini adalah seorang seniman asli desa Kaliwungu yang semasa hidupnya
aktif mengembangkan dan melestarikan tradisi kesenian dan budaya asli Lumajang
dan atas dedikasinya itu beliau pernah mendapatkan penghargaan sebagai seniman
oleh Gubernur Jawa Timur. Kesenian tari topeng Kaliwungu ini awalnya berasal
dari pertunjukan wayang topeng yang ada di desa Kaliwungu. Kesenian ini pada
mulanya hanya ditampilkan sebagai sandur atau kesenian pembuka yang ditampilkan
di awal. Bagian pertunjukan awal inilah yang akhirnya diangkat sebagai tarian
lepas bernama tari topeng Kaliwungu. Menurut kisahnya, gerakan tarian topeng Kaliwungu ini adalah sebuah gambaran
perpindahan Aryawiraraja yang dahulu berada di Sumenep pindah menuju Lamajang.
Ini terlihat dari gerakan-gerakan tari yang tegas sebagai gambaran khas Madura
berpadu dengan gerakan-gerakan lembut khas Jawa atau dikategorikan sebagai
kesenian pandalungan atau campuran. Kesenian tari topeng Kaliwungu ini terasa
bercorak Madura dengan adanya iringan alat musik tradisional khas Madura
seperti kenong telok. Hal ini juga tidak
lepas dari asal-usul kesenian ini yang lahir di desa Kaliwungu kecamatan Tempeh
yang sebagian besar di huni oleh suku Madura. Kesenian tari topeng Kaliwungu
ini juga pernah dipamerkan dalam ajang festival kesenian yang ada di Swiss
(Asia Amazing Festival) dengan mendapatkan undangan langsung dari kedutaan
Indonesia yang ada di Swiss. Saat ini tari topeng Kaliwungu hadir sebagai
tarian hiburan yang biasanya dilakukan saat acara karnaval, pernikahan,
penyambutan tamu dan khitanan. Untuk menjaga kelestariannya, dinas pariwisata
kabupaten Lumajang bersama sanggar-sanggar seni tari yang ada di Lumajang
sering menampilkan acara kesenian dalam agenda rutin tahunan.
Tari Glipang, adalah sebuah kesenian yang telah
menjadi tradisi secara turun-temurun sejak masa penjajahan belanda. Kesenian
tari glipang ini lahir pada tahun 1918 hasil karya KH. Buyah yang dahulu tarian
ini dilakukan untuk menghibur diri akibat tekanan penjajahan. Kesenian tari
glipang di iringi menggunakan alat musik sederhana yaitu ketipung lanang dan
ketipung wedok yang mengalun mengiringi para penari. Biasanya kesenian tari
glipang ini dimainkan oleh 5 orang laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan
juga dibawakan oleh perempuan asalkan biasa memenuhi pakem-pakem atau kaidah
aturan seperti tarian laki-laki yang gerakannya perpaduan antara gerakan silat
dengan motif sekaran-sekaran seperti tendangan, tangkisan dan sholawat yang biasanya juga di iringi alat musik jidor,rebana
dan kecrek yang biasa digunakan di mushola-mushola. Kesenian tari glipang ini
menggambarkan kegagahan prajurit laki-laki yang sedang melakukan latihan
perang. Syair lagu kesenian ini dibawakan oleh seorang laki-laki, yang syairnya
diambilkan dari surat berjanjen yang
selain berfungsi sebagai hiburan, konon dahulu juga digunakan sebagai sarana
penyebaran agama islam di Lumajang. Sampai saat ini kesenian ini masih diminati
masyarakat, bahkan beberapa sanggar tari masih tetap mengajarkan bahkan hal ini
mendapat dukungan dari pemerintah setempat dan masuk hingga ke sekolah-sekolah.
Biasanya pada pementasan kesenian ini para penari berbaris menggunakan busana
iket, baju dan celana dengan accesoris seperti pangkat, sampur dan gongseng
atau gelang kaki.
Artikel lain :
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya: Tshirt Dakwah Islam
ReplyDeleteMau Cari Bacaan yang cinta mengasikkan, disini tempatnya Cinta Karena Allah