Kampung Wisata Ledokombo



Jember – Kabupaten yang berada di Jawa Timur ini banyak dikenal karena potensi wisatanya, salah satunya yang cukup terkenal dan selalu menjadi ikon adalah Jember Festival Carnaval ( JFC ), yaitu sebuah event tahunan yang diselenggarakan secara rutin yang tujuannya memperkenalkan kebudayaan yang menjadi ciri khas suatu daerah melalui pawai busana yang dikemas secara apik, unik dan kontemporer tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisionalnya. Selain JFC, kabupaten Jember juga dikenal dengan wisata alamnya seperti pantai Papuma dan air terjun yang tersebar dibeberapa wilayah di kabupaten Jember dan beberapa wisata berbasis edukasi seperti yang dilakukan oleh Puslit Koka Indonesia yang memberikan pengetahuan cara pengolahan kopi dan kakao yang dikemas dalam paket wisata, wisata batik tulis di kecamatan Sumber Jambe dan satu lagi adalah kampung wisata Ledokombo.
permainan di kampung wisata ledokombo
Kampung wisata Ledokombo terletak 30 Km dari kota Jember adalah sebuah destinasi wisata yang terdapat di lereng gunung Raung yang sejuk dan tenang yang sangat cocok untuk tempat istirahat mengisi liburan bersama teman dan keluarga. Kampung wisata ini tergolong unik dengan menawarkan sebuah wisata berbasis edukasi dimana para pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat setempat yang tergabung dalam komunitas “tanoker” yang dalam bahasa setempat berarti kepompong. Di tempat ini para pengunjung akan terbawa suasana masa lalu di balut suasana khas pedesaan yang akan membuat pengunjung betah terutama anak-anak. Di kampung wisata Ledokombo, kita bisa bermain permainan egrang, bermain polo di lumpur, mandi di sungai yang jernih, belajar membuat kerajinan dan belajar menanam padi yang semua itu tidak akan didapatkan oleh orang-orang yang tinggal diperkotaan. Untuk menuju ke kampung wisata Ledokombo, bisa dilakukan dengan kendaraan umum dan pribadi. Bila menggunakan kereta api dari Surabaya dengan 4 jam perjalanan, turun di stasiun Kalisat dan dilanjutkan dengan mobil umum ke Ledokombo. Untuk kendaraan bus, bisa turun di Terminal Tawangalun dan dilanjutkan dengan angkutan pedesaan menuju ke Ledokombo dan bila menggunakan pesawat terbang, transit di bandara Juanda Surabaya kemudian dilanjutkan menuju Jember menggunakan Garuda yang membuka penerbangan 1x sehari tiap jam 09:00 pagi, tiba di bandara Notohadinegoro lanjut perjalanan menggunakan taksi ke Ledokombo selama 40 menit dengan tarif sekitar Rp.150.000,-
kampung wisata ledokombo
Kampung wisata Ledokombo ini di rintis oleh bapak Supohardjo dan istrinya Farha ciciek yang dibentuk dalam sebuah komunitas “Tanoker” yang melibatkan masyarakat setempat yang menempatkan kampung wisata ini sebagai subyek wisata bukan objek dengan konsep “sharing culture dan sharing empowering” antara penduduk setempat dengan komunitas “Tanoker”. Awalnya bapak Supohardjo dan istrinya Farha ciciek hanya mendirikan komunitas untuk bermain egrang yang merupakan permainan tradisional yang mengusung filosofi kebersamaan dan kegembiraan demi menghibur anaknya yang baru pindah dari Jakarta, kemudian komunitas egrang ini berkembang menjadi sebuah festival tahunan yang selalu digelar setiap bulan agustus dan menjadi ikon khas kampung wisata ini. Permainan Egrang adalah permainan dengan mengandalkan kaki untuk berdiri di atas dua bilah bambu yang bagian bawahnya dipasang papan kecil dari bilah bambu yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Dengan ketinggian bambu mencapai satu meter bahkan lebih, para pemain di tuntut kelihaiannya dalam menjaga keseimbangan dan berjalan. Apabila dimainkan secara berkelompok, permainan egrang ini akan membentuk sebuah kesatuan dan akan terlihat suasana kebersamaan antara para pemain. Di kampung wisata Ledokombo ini festival egrang yang digelar setiap tahunnya di bulan agustus, menampilkan pawai egrang dengan warna-warni kostum dan peralatan egrang, di iringi aneka tari-tarian tradisional sehingga terasa meriah. Festival tahunan ini cukup menarik perhatian para peminat wisata bahkan beberapa pejabat setingkat menteri, wisatawan dari luar Jember bahkan dari mancanegara selalu hadir dalam festival ini. Permainan lain di kampung wisata ini adalah “polo lumpur” atau bermain bola disawah yang berlumpur.
kampung wisata ledokombo
Permainan ini sangat digemari anak-anak dan para remaja, mereka terlihat asyik bermain bola bersama-sama meski badan mereka kotor terkena cipratan lumpur. Selesai bermain polo lumpur, mereka bisa mandi di sungai yang sangat jernih dan menyegarkan, yang tidak akan pernah dirasakan oleh mereka yang tinggal diperkotaan, mereka terlihat asyik ramai-ramai menceburkan diri di sungai yang jernih ini dengan sesekali terdengar riuh mereka bercanda. Untuk para bapak-bapak juga tidak ikut ketinggalan, mengikuti kegiatan berbasis edukasi seperti belajar menanam padi langsung disawah yang berlumpur dan untuk ibu-ibu bisa mengikuti kegiatan membuat kerajinan unik yang semua kegiatan itu dibimbing langsung oleh masyarakat setempat sehingga terasa suasana santai dan penuh kekeluargaan yang menjadikan bagian dari konsep kedua yang diusung kampung wisata ini, yaitu “Home Sweet Home”.
kampung wisata ledokombo
Para pengunjung kampung wisata ini tidak hanya disuguhi permainan tapi juga wisata kuliner tradisional seperti “kudapan” atau jajanan dengan menu kreatif nasional dan internasinal yang diolah dari bahan-bahan hasil kebun sendiri, seperti dari jagung, ubi kayu, singkong, pisang yang semua itu disajikan secara menarik ala hotel berbintang yang cita rasanya tidak kalah dengan yang ada diperkotaan. Di malam hari, pengunjung bersama masyarakat bisa membuat api unggun dan bernyanyi sambil bermain gitar bersama-sama. Kampung wisata ini juga menyediakan tempat untuk area camping di perbukitan yang luas dan dapat menampung hingga 250 orang. Untuk pengunjung yang ingin menginap telah disedikan homestay yang tersedia untuk perorangan dan rombongan atau keluarga. Harga homestay ini bervariasi, untuk perorangan sekitar Rp.60.000,- , untuk keluarga sekitar Rp.300.000,- dan untuk rombongan besar bisa menggunakan pondok paviliun dengan fasilitas lengkap termasuk makan 3x sehari dengan tarif sekitar Rp.500.000,- sampai Rp. 1.000.000,-

Artikel lain :

Wisata Goa Tetes



goa tetes di lumajang
Lumajang- satu lagi obyek wisata alam yang ada di kabupaten Lumajang yang juga banyak diminati oleh para wisatawan. Letaknya masih berdekatan dengan wisata alam air terjun coban sewu dan air terjun kapasbiru yang sama-sama berada di kecamatan Pronojiwo, yang berada di dekat perbatasan antara kabupaten Malang dan kabupaten Lumajang. Nama obyek wisata alam ini adalah Goa Tetes. Persisnya terletak di desa Sidomulyo, kecamatan Pronojiwo atau sekitar 50 Km dari kota Lumajang. Untuk menuju ke tempat wisata goa tetes dapat di tempuh dari dua rute yaitu dari kabupaten Malang, menuju kecamatan Dampit – Desa Sidomulyo – Goa tetes dan rute kedua melewati kota Lumajang, menuju kecamatan Pronojiwo – desa Sidomulyo – Goa tetes. Kedua rute tersebut bisa dilalui kendaraan roda dua dan empat dengan akses jalan beraspal hanya ketika dari desa Sidomulyo menuju ke gua tetes, jalanan sempit hanya bisa dilewati kendaraan roda dua saja untuk itu bagi pengunjung yang membawa kendaraan roda empat bisa parkir di desa Sidomulyo dengan tarif Rp.5.000,-. Sebelum masuk ke lokasi Goa tetes, pengunjung harus membeli tiket masuk yang tergolong cukup murah hanya Rp.3.000,- per orang. Jangan lupa sebelum menuju ke lokasi sebaiknya disiapkan perlengkapan seperti membawa pakian ganti, membawa barang-barang seperlunya karena medan menuju ke lokasi cukup sulit, bila membawa peralatan elektronik seperti kamera atau HP sebaiknya dibungkus dengan plastik agar terlindungi karena lingkungan sekitar goa cukup basah, gunakan sandal khusus outdoor dengan alas gerigi karena banyak bebatuan yang licin dan harap berhati-hati. 
gua tetes di lumajang
Dari tempat parkir perjalanan dilanjutkan menuju lokasi goa yang berjarak sekitar 3 Km, Meskipun perjalanan menuju ke lokasi cukup melelahkan dengan medan yang lumayan sulit melewati jalan setapak dengan bebatuan yang licin juga lingkungan yang masih alami dengan pemandangan perbukitan, namun semua akan terbayar begitu sampai di depan goa, para pengunjung akan dibuat terpesona dengan keindahan goa tetes yang memiliki warna kuning keemasan pada dinding-dindingnya karena bebatuan yang dilapisi belerang. Dibagian dalam goa terdapat stalagtit dan stalagmit yang menghiasi atap dan lantai goa sepanjang 1 Km yang terbentuk secara alami dalam kurun waktu hingga ratusan tahun. Goa ini terletak persis dibawah air terjun, sehingga air yang jatuh ada yang merembes masuk ke dalam goa sehingga menimbulkan tetesan-tetesan air dari atap goa, inilah mengapa goa ini dinamakan goa tetes. Menurut cerita masyarakat sekitar, konon mitosnya barang siapa yang berkunjung dan mandi menggunakan air yang ada di gua ini dapat membuat awet muda dan mudah mendapatkan jodoh bagi yang masih jomblo. Bahkan, katanya bila hubungan kurang harmonis pun dipercaya bisa kembali membaik setelah mandi dengan air yang ada di goa tersebut. Percaya atau tidak, yang jelas tidak ada salahnya mencoba untuk mandi karena airnya yang jernih dan menyegarkan.*)

Artikel lain :

Air Terjun Di Lumajang



Lumajang- sebuah kabupaten di Jawa timur yang terkenal dengan sebutan kota pisang, karena merupakan penghasil buah pisang yang bagus dan di dukung tanah yang subur dan kontur daratannya disebelah selatan berbatasan dengan laut selatan dan dibagian utara berjajar deretan pegunungan yang masuk dalam kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) seperti gunung Lemongan dan gunung Semeru. Dataran tinggi di wilayah Lumajang tidak hanya mempunyai udara sejuk tapi juga terdapat potensi wisata alam seperti air terjun yang tersebar di beberapa wilayah di kabupaten Lumajang, antara lain sebagai berikut :


air terjun di lumajang
Air terjun Manggisan, terletak di desa Kandangan, kecamatan Senduro atau sekitar 22 Km dari kota Lumajang. Untuk mencapai ke lokasi diperlukan perjalanan sekitar 30 menit dari pusat kota dan bagi anda yang berasal dari luar kota, bisa mulai dari terminal Minak Koncar Lumajang dan dilanjutkan perjalanan menuju Senduro. Dari Senduro perjalanan dilanjutkan menuju arah Pura Mandara Giri Semeru, dari Pura lurus menuju ke utara hingga bertemu pertigaan lalu ambil arah ke kanan. Bila anda kesulitan bisa bertanya pada penduduk disepanjang jalan tersebut arah ke lokasi air terjun dan para pengunjung bisa menitipkan kendaraan atau parkir yang disediakan oleh warga setempat dengan tarif Rp.5.000,-. Tempat wisata ini masih dikelola secara swadaya oleh warga setempat, dari hasil parkir tersebut mereka gunakan untuk perbaikan akses jalan menuju ke air terjun. Dari tempat parkir pengunjung harus berjalan kaki sejauh 2 Km, melewati perkebunan karet, kopi dengan alam sekitar yang masih asri dan berudara sejuk. Setelah melewati 2 bukit dan sungai kecil yang jernih, sampailah di lokasi air terjun Manggisan. Air terjun Manggisan ini memiliki ketinggian 55 meter dengan debit air mencapai 198 liter per detik. Untuk menghilangkan rasa capek para pengunjung bisa mandi merasakan segarnya guyuran air yang jernih dari mata air alam dan dijamin aman. Dengan panorama alam sekitar yang masih alami, tidak jauh dari air terjun lain dengan ketinggian 20 meter yang berasal dari sumber yang sama. Air terjun ini di beri nama “Manggisan” atau dalam bahasa setempat buah manggis, karena dahulu di sekitar lokasi air terjun ini banyak terdapat pohon-pohon manggis, namun sekarang pohon-pohon manggis itu sudah tidak ada lagi, tumbang saat diguyur hujan lebat dan terkena aliran air yang deras. Keberadaan air terjun ini masih belum banyak diketahui dan belum banyak dikunjungi, selain masih alami wisata air terjun ini menjadi alternatif mengisi akhir pekan dan liburan.

air terjun di lumajang
Air terjun Coban Sewu, terletak di desa Sidomulyo kecamatan Pronojiwo atau sekitar 55 Km dari kota Lumajang. Air terjun ini juga biasa di sebut air terjun tumpak sewu yang merupakan destinasi wisata yang tergolong masih baru di Lumajang. Untuk menuju ke lokasi, dari kota Lumajang menuju ke perbatasan antara kabupaten Lumajang dan Malang, persisnya 100 meter sebelum tugu perbatasan tersebut terdapat jalan menurun yang berada di kiri jalan, ikuti jalan tersebut hingga sampai ke sungai. Disana para pengunjung bisa menitipkan motornya di gubuk-gubuk para penambang pasir yang ada di sekitar sungai, kemudian perjalanan dilanjutkan menyusuri sungai sepanjang 200 meter dan sampailah ke lokasi air terjun Coban Sewu. Perlu di perhatikan, perjalanan menuju lokasi air terjun ini tergolong ekstrem atau dikategorikan petualangan, karena harus menyusuri sungai, naik turun tebing yang licin penuh lumut jadi dibutuhkan hati-hati yang ekstra dan berbagai perlengkapan pendukung seperti menggunakan sandal standart outdoor dengan gerigi, membawa tali dan menggunakan jasa guide untuk memandu perjalanan karena medan yang sulit. Tapi rasa capek dan kesulitan dalam perjalanan akan segera terlupakan setelah sampai di lokasi, dengan suguhan pemandangan yang begitu indah dan alam sekitar yang masih alami. Dalam bahasa setempat coban berarti air terjun dan sewu berarti seribu, nama ini sungguh pas dengan gambaran air terjun tersebut yang mempunyai aliran air yang cukup banyak mengalir jatuh di sepanjang tebing-tebing. Dari atas pemandangan sangat indah dan terlihat curam dibawah karena air terjun ini cukup tinggi, namun layak untuk diabadikan. Untuk pengunjung yang tertarik untuk melihat keindahan air terjun ini dari bawah, dapat tutun melalui rute goa tetes kemudian dilanjutkan dengan menyusuri sungai melawan arus. Biasanya para wisatawan yang berkunjung ke tempat ini satu paket dengan berkunjung ke goa tetes yang letaknya berdekatan. Sekedar tips tambahan untuk para wisatawan yang akan berkunjung ke coban sewu, bagi anda yang membawa peralatan elektronik harap berhati-hati karena hembusan angin membawa butiran-butiran air yang dapat menyebabkan basah jadi usahakan untuk dibungkus dengan plastik. Bawalah makanan dan minuman secukupnya karena akan menuju ke lokasi yang masih alami dan terakhir persiapkan dengan matang sebelum menuju ke lokasi termasuk keadaan cuaca.

air terjun di lumajang
Air terjun Kapas Biru, terletak di desa Sidomulyo, kecamatan Pronojiwo dan masih satu jalan dengan air terjun coban sewu dan goa tetes. Untuk menuju kesana bisa melalu rute dari Lumajang atau pun Malang, karena letaknya berada di perbatasan dua kabupaten tersebut. Bila melalui rute dari Malang, menuju ke Turen – Dampit – Ampel gading – Pronojiwo dengan waktu tempuh sekitar 2 – 3 jam. Setelah sampai di Pronojiwo, cari polsek Pronojiwo, tidak jauh dari polsek terdapat tikungan dan disebelah kanan terdapat tulisan air terjun kapas biru atau bila dari rute Lumajang 300 meter setelah lapangan Pronojiwo. Sebelum ke lokasi para pengunjung harus membeli tiket masuk sebesar Rp. 5.000,- di hari biasa dan Rp.7.000,- di hari libur. Untuk parkir dikenakan tarif Rp.2.000,- untuk kendaraan roda dua dan Rp.5.000,- untuk roda empat. Dari area parkir perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 2 Km dengan kondisi jalan yang cukup ekstrim, jadi persiapkan perlengkapan dan lain-lain. Jalan menuju ke lokasi melewati tebing dengan kemiringan 40 – 45 derajat, namun beberapa titik jalan sudah di beton oleh warga sekitar. Seperti air terjun coban sewu, air terjun ini juga menawarkan panorama yang indah dan alam sekitar yang masih alami, dengan ketinggian mencapai 50 meter dan uniknya air yang jatuh berwarna putih lembut seperti kapas dan pada pinggirnya berwarna kebiruan, fenomena inilah yang menjadikan air terjun ini di namakan air terjun kapas biru.

air terjun di lumajang
Air terjun Coban Pawon, terletak di dusun Kertowono, desa Wangkit, kecamatan Gucialit, atau sekitar 20 Km dari kota Lumajang dan lokasinya berdekatan dengan perkebunan teh Kertowono, sekitar 7 Km dari Gucialit. Rute menuju ke lokasi dari kota Lumajang menuju ke arah utara, Karangsari – Dawuhan – Dadapan dengan kondisi jalan sudah beraspal. Setelah sampai di Dadapan, para pengunjung bisa menitipkan kendaraan di rumah warga, di perkampungan terdekat karena belum ada lokasi parkir yang resmi. Dari perkampungan terdekat, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati perkebunan warga dengan kondisi alam sekitar yang masih alami bahkan beberapa medan yang harus dilalui terbilang cukup ektrim naik turun perbukitan dengan kemiringan 40 – 45 derajat, jadi persiapkan perlengkapan, seperti sandal khusus outdoor, tali, perbekalan dan pantau kondisi cuaca karena medan yang dilalui akan bertambah sulit dan berbahaya bila turun hujan. Dari kejauhan air terjun ini terlihat seperti sebuah pawon atau dapur untuk memasak, dengan ketinggian air terjun mencapai 15 meter, jatuh menerpa lobang gua di bawahnya. Suasana akan bertambah unik bila kita melihatnya dengan memasuki goa berdiameter sekitar 6 meter, tampak sinar matahari masuk melewati lobang atap goa terlihat begitu indah berpadu dengan jatuhnya air dari atas mengalir di dasar goa menuju ke hilir dan Konon, mandi di air terjun coban pawon ini dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Di hari liburan tempat ini cukup ramai dikunjungi, jadi disarankan untuk berkunjung ke air terjun ini di hari-hari biasa *)


Artikel lain :




Kesenian Khas Lumajang



Lumajang-tidak hanya kaya akan potensi wisatanya seperti puncak Mahameru Gunung Semeru, wisata danau atau ranu, bukit B-29, pura mandara girisemeru dan beberapa pantai-pantai yang berada di wilayah selatan Lumajang. Namun Lumajang juga kaya akan seni budayanya yang lahir dari keragaman suku yang ada di dalam kehidupan masyarakat Lumajang dan beberapa diantaranya merupakan peninggalan sejak zaman dahulu atau saat Lumajang dalam bentuk kerajaan dan beberapa lagi peninggalan sejak zaman penjajahan Belanda. Bila di Jember mengenalkan seni dan budayanya dengan parade busana lewat Jember FashionCarnaval (JFC), Banyuwangi lewat Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) dan Situbondolewat Best Situbondo Carnival (BSC), Lumajang punya cara tersendiri dalam melestarikan seni dan budayanya, yaitu dengan menggelar ajang kesenian khas Lumajang yang beberapa diantaranya sebagai berikut :

ksenian khas lumajang
Jaran Kencak, adalah sebuah kesenian tradisional khas dari Lumajang yang menurut kisahnya kesenian ini lahir pada masa Arya wiraraja memerintah kerajaan Lamajang, yang bukti sejarahnya bisa ditemukan di desa Biting, kecamatan Sukodono,  Lumajang.  Dahulu kerajaan Lamajang mempunyai wilayah yang luas, mencakup wilayah tapal kuda dan pulau Madura. Konon orang yang menciptakan kesenian ini adalah seorang pertapa sakti dari gunung Lemongan yang bernama Klabiseh, yang memiliki kesaktian dapat menundukan kuda liar dan membuatnya menari. Kesenian ini di beri nama “Jaran Kencak” yang dalam bahasa setempat, jaran berarti kuda dan kencak berarti menari. Pada zaman dahulu kesenian ini ditampilkan sebagai wujud suka cita dari masyarakat akan kemakmuran dan kesejahteraan wilayahnya. Namun menurut kisah lain, kesenian “jaran kencak” ini adalah sebagai wujud penghormatan kepada kuda kesayangan milik adipati Ranggalawe yang bernama Nila ambhara yang terkenal paling pintar dan tangguh di zaman itu. Sekarang kesenian jaran kencak ditampilkan melalui sebuah festival yang biasanya dilakukan menyambut hari jadi kabupaten Lumajang, setiap tahun di bulan desember. Festival ini diikuti tidak kurang dari 200 kuda yang sudah terlatih dan sangat diminati masyarakat terutama dari Lumajang bahkan dari luar Lumajang dan manca negara. Pada acara festival tersebut, ratusan kuda yang terbagi dalam beberapa kelompok lengkap dengan pakaian warna-warni dan pengiring yang membawa tabuhan alat musik tradisional seperti gong, kenong, ketipung, sronen (sejenis terompet) dilepas mulai jalan alun-alun utara dan finis di stadion Semeru. Kuda-kuda tersebut sepanjang perjalanan 2 Km menari-nari, berjingkrak-jingkrak, geal-geol mengikuti alunan irama musik tradisional yang merupakan percampuran dari kesenian Madura, reog Ponorogo juga beberapa kesenian asli Lumajang dan sekitarnya. Sesekali kuda-kuda tersebut berdiri dan berjalan menggunakan 2 kaki belakangnya, juga terkadang duduk mengikuti arahan sang pawang. Pada perkembangannya kesenian jaran kencak ini terdapat beberapa modifikasi, seperti terdapat iring-iringan para penari dibelakangnya, hal ini di adopsi dari kesenian tari gandrung Banyuwangi yang cukup terkenal dan beberapa juga mengadopsi kostum-kostum khas daerah lain untuk para pengiringnya.

kesenian khas lumajang
Tari Topeng Kaliwungu, lahir di desa Kaliwungu diciptakan oleh seorang seniman yaitu almarhum bapak senemo. Beliau ini adalah seorang seniman asli desa Kaliwungu yang semasa hidupnya aktif mengembangkan dan melestarikan tradisi kesenian dan budaya asli Lumajang dan atas dedikasinya itu beliau pernah mendapatkan penghargaan sebagai seniman oleh Gubernur Jawa Timur. Kesenian tari topeng Kaliwungu ini awalnya berasal dari pertunjukan wayang topeng yang ada di desa Kaliwungu. Kesenian ini pada mulanya hanya ditampilkan sebagai sandur atau kesenian pembuka yang ditampilkan di awal. Bagian pertunjukan awal inilah yang akhirnya diangkat sebagai tarian lepas bernama tari topeng Kaliwungu. Menurut kisahnya, gerakan tarian  topeng Kaliwungu ini adalah sebuah gambaran perpindahan Aryawiraraja yang dahulu berada di Sumenep pindah menuju Lamajang. Ini terlihat dari gerakan-gerakan tari yang tegas sebagai gambaran khas Madura berpadu dengan gerakan-gerakan lembut khas Jawa atau dikategorikan sebagai kesenian pandalungan atau campuran. Kesenian tari topeng Kaliwungu ini terasa bercorak Madura dengan adanya iringan alat musik tradisional khas Madura seperti  kenong telok. Hal ini juga tidak lepas dari asal-usul kesenian ini yang lahir di desa Kaliwungu kecamatan Tempeh yang sebagian besar di huni oleh suku Madura. Kesenian tari topeng Kaliwungu ini juga pernah dipamerkan dalam ajang festival kesenian yang ada di Swiss (Asia Amazing Festival) dengan mendapatkan undangan langsung dari kedutaan Indonesia yang ada di Swiss. Saat ini tari topeng Kaliwungu hadir sebagai tarian hiburan yang biasanya dilakukan saat acara karnaval, pernikahan, penyambutan tamu dan khitanan. Untuk menjaga kelestariannya, dinas pariwisata kabupaten Lumajang bersama sanggar-sanggar seni tari yang ada di Lumajang sering menampilkan acara kesenian dalam agenda rutin tahunan.

kesenian khas lumajang
Tari Glipang, adalah sebuah kesenian yang telah menjadi tradisi secara turun-temurun sejak masa penjajahan belanda. Kesenian tari glipang ini lahir pada tahun 1918 hasil karya KH. Buyah yang dahulu tarian ini dilakukan untuk menghibur diri akibat tekanan penjajahan. Kesenian tari glipang di iringi menggunakan alat musik sederhana yaitu ketipung lanang dan ketipung wedok yang mengalun mengiringi para penari. Biasanya kesenian tari glipang ini dimainkan oleh 5 orang laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan juga dibawakan oleh perempuan asalkan biasa memenuhi pakem-pakem atau kaidah aturan seperti tarian laki-laki yang gerakannya perpaduan antara gerakan silat dengan motif sekaran-sekaran seperti tendangan, tangkisan dan sholawat  yang biasanya juga di iringi alat musik jidor,rebana dan kecrek yang biasa digunakan di mushola-mushola. Kesenian tari glipang ini menggambarkan kegagahan prajurit laki-laki yang sedang melakukan latihan perang. Syair lagu kesenian ini dibawakan oleh seorang laki-laki, yang syairnya diambilkan dari surat  berjanjen yang selain berfungsi sebagai hiburan, konon dahulu juga digunakan sebagai sarana penyebaran agama islam di Lumajang. Sampai saat ini kesenian ini masih diminati masyarakat, bahkan beberapa sanggar tari masih tetap mengajarkan bahkan hal ini mendapat dukungan dari pemerintah setempat dan masuk hingga ke sekolah-sekolah. Biasanya pada pementasan kesenian ini para penari berbaris menggunakan busana iket, baju dan celana dengan accesoris seperti pangkat, sampur dan gongseng atau gelang kaki.


Artikel lain :