Banyuwangi – Para penggemar wisata adventure, tempat ini sangat
cocok untuk aktivitas treking seperti halnya di Taman Nasional Baluran. Taman
Nasional Alas Purwo (TNAP) adalah salah satu dari dua taman nasional yang ada di
Banyuwangi bagian selatan. Satunya lagi adalah taman Nasional Meru Betiri
(TNMB) yang mempunyai beberapa objek wisata yang sangat indah dan cukup
terkenal seperti pantai Sukamade, pantai Rajegwesi dan teluk hijau (Green bay).
Taman Nasional Alas Purwo ini ditetapkan sebagai taman nasional sejak 1992 yang
dulunya bernama Suaka Margasatwa Banyuwangi. Di perkirakan Taman Nasional Alas
Purwo ini memiliki luas area 43 ribu Ha dengan ketinggian 322 meter dari
permukaan laut. Taman Nasional ini terletak di dua kecamatan, yaitu kecamatan
Tegaldlimo dan Purwoharjo. Rute untuk menuju ke Taman Nasional ini dapat di
tempuh dari Banyuwangi kota menuju ke Rogojampi – Srono – Muncar – Tegaldlimo –
Alas Purwo. Dari Tegaldlimo ke Alas Purwo masih berjarak sekitar 10 Km dengan medan
jalan berbatu atau makadam hingga sampai di pos Rawabendo sebagai gerbang utama
masuk Taman Nasional Alas Purwo. Untuk rute dari Jember anda menuju ke Genteng
lanjut ke Jajag sejauh 15 Km – Srono – Muncar – Tegaldlimo – Alas purwo.
Perjalanan menuju ke Taman Nasional Alas Purwo ini hanya bisa di tempuh
menggunakan kendaraan pribadi baik mobil atau motor dan menggunakan kendaraan
sewa, karena angkutan umum menuju Alas Purwo belum ada. Dari kota Banyuwangi
hingga pos Rawabendo di Alas Purwo diperlukan waktu tempuh sekitar 2 jam. Hutan
di Taman Nasional Alas Purwo ini adalah jenis vegetasi hutan hujan dataran
rendah yang memiliki sedikitnya 6 vegetasi seperti hutan bambu yang mendominasi
hingga 40%, hutan pantai, hutan mangrove, hutan alam,hutan tanaman dan padang
rumput. Taman Nasinal Alas Purwo ini kaya akan keragaman flora dan faunanya,
seperti bambu ada 13 jenis dan 580 jenis tumbuhan seperti rumput, semak, herba,
liana dan aneka pepohonan seperti jati, sawo kecik dan lain-lain. Fauna yang hidup dalam hutan diantaranya
adalah jenis burung seperti merak, jenis amfibi seperti katak, jenis reptil
seperti ular, biawak dan penyu, jenis mamalia seperti banteng, rusa, ajag, babi
hutan, kijang, macan tutul, monyet ekor panjang, lutung, jelarang, rase, linsang,
garangan, kucing hutan yang beberapa diantaranya termasuk hewan langka yang
dilindungi. Setiap pengunjung yang akan memasuki Taman Nasional Alas Purwo ini
wajib untuk melapor sekaligus membayar karcis masuk sebesar 5 ribu untuk
wisatawan lokal dan 150 ribu untuk wisatawan mancanegara. Nama Alas Purwo
sendiri memiliki arti hutan pertama/permulaan yang dianggap tertua di Jawa,
hingga dipercaya oleh masyarakat Banyuwangi sebagai tempat yang sangat angker
dan dikeramatkan. Mereka percaya bahwa di dalam hutan ini terdapat kerajaan jin
yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya seluruh jin yang ada di pulau Jawa.
Dengan kondisi alam yang masih alami, yang didalamnya juga terdapat banyak gua
dan sejumlah situs kuno yang dipercaya sebagai tempat ritual agama atau
kepercayaan. Hal ini tidak lepas dari kisah pada zaman dahulu, konon Alas Purwo dijadikan tempat perlarian
terakhir dari rakyat Majapahit yang terdesak akibat penyebaran agama islam di
wilayah kerajaan Majapahit. Setiap tahun ratusan umat hindu dari Bali dan
Banyuwangi mendatangi Pura atau bangunan tempat ibadah agama hindu yang berada
di tengah hutan Alas Purwo, bahkan di malam 1 suro (penanggalan jawa) atau saat
bulan purnama banyak yang melakukan acara ritual atau semedi di tempat ini.
Namun, meski terkesan angker Taman Nasional Alas Purwo ini mempunyai daya tarik
tersendiri sebagai tempat berwisata, karena di dalam Taman Nasional ini
terdapat beberapa tempat wisata seperti pantai, bangunan peribadatan kuno,
padang rumput dan lain-lain, yang sangat cocok bagi para pecinta alam. Beberapa
tempat wisata tersebut antara lain sebagai berikut :
Sadengan, merupakan padang savana yang memiliki luas sekitar
84 Ha, letaknya 2 Km dari pos Rawa Bendo. Kesan di padang rumput ini
seakan-akan mirip dengan padang rumput yang ada di Afrika. Di sini anda bisa
melihat kawanan satwa liar yang sedang mencari makan di padang rumput, seperti
Banteng jawa, kawanan rusa dan burung merak. Namun pengunjung dilarang untuk
masuk ke area padang rumput (kecuali peneliti) demi tujuan perlindungan habitat
dan keselamatan para pengunjung sendiri, karena itu di buatlah pagar pembatas
dan menara pantau dengan 3 lantai sebagai tempat untuk pengamatan satwa-satwa
liar. Untuk melihat dan mengabadikan satwa-satwa liar ini, anda bisa minta bantuan
pada para penjaga untuk mengantarkan masuk ke savana, tapi hal ini tidak lah
mudah, seperti kawanan rusa, satwa itu akan berlari menjauh bila di dekati.
Cara yang paling gampang adalah menggunakan kamera dengan lensa tele. Saat
siang hari, terlihat kawanan Banteng Jawa terlihat merumput di padang ini, ada
yang berwarna hitam yang berarti jenis jantan dan lainnya berwarna kecoklatan
atau jenis betina dengan populasi diperkirakan mencapai lebih dari 125 ekor.
Pura Giri Selaka dan Situs Kawitan, Situs Kawitan ini adalah
peninggalan zaman kerajaan Majapahit yang ditemukan pertama kali pada tahun
1967 dan mulai digunakan untuk kegiatan agama setahun kemudian. Menurut para
sesepuh dan tokoh agama hindu, situs ini dahulu ditemukan secara tidak sengaja
saat membuka hutan. Mereka menemukan gundukan tanah dengan susunan batu-bata
besar mirip seperti bangunan gapura. Kemudian, batu-bata itu banyak diambil
warga untuk dibawa pulang untuk dijadikan tungku perapian, namun tidak
berselang lama, warga yang membawa batu-bata ini banyak yang jatuh sakit dan
akhirnya mengembalikan batu-bata itu ke tempat semula. Sejak saat itu, warga
meyakini bahwa batu-bata itu bukanlah sekedar batu biasa dan menganggap situs
itu sebagai tempat keramat. Namun, tidak
ada catatan yang pasti sebenarnya situs itu sebagai tempat apa, tapi masyarakat
sekitar Tegaldlimo meyakini situs itu dahulu sebagai tempat pemujaan Mpu
Baradah dan dianggap sebagai tempat yang
suci, karena itu di sebelahnya didirikan bangunan tempat beribadah umat Hindu untuk kegiatan
keagamaan yang di beri nama Pura Giri Selaka. Konon, dari penglihatan
spiritual, di sekitar situs Kawitan ini terdapat bangunan-bangunan gapura mirip
dengan yang ada di Majapahit dan banyak terlihat pula prajurit-prajurit dan
warga seperti sebuah kerajaan. Di Pura Giri Selaka tiap tahunnya
diselenggarakan upacara sakral rutin, Pager Wesi, yang diadakan tiap 210 hari
atau tujuh bulan pada hari rabu kliwon wuku sinta untuk memperingati penyelamatan ilmu
pengetahuan yang di turunkan oleh para dewa dari ancaman para raksasa yang akan
memangsa. Upacara ini di bagi dalam 3 tahapan, yaitu “Palemahan” berupa sesaji
dari tanah untuk santapan Bathara Kala, “Pawongan” penurunan ilmu dari para
dewa dan “Khayangan” sebagai wujud syukur atas pelimpahan ilmu pengetahuan.
Pantai Trianggulasi, Letaknya sekitar 3 Km dari pos Rowo
Bendo, dengan kontur pantai yang landai berpasir putih dengan hutan pantai di
tepinya yang banyak ditumbuhi bohon bogem dan nyamplung. Pemandangan di pantai
ini cukup bagus, namun sayangnya di pantai ini pengunjung di larang untuk
berenang karena berbahaya, jadi pengunjung hanya bisa berfoto-foto dan melihat
sunset (matahari tenggelam) di sore hari. Di sekitar pantai ini juga terdapat
fasilitas wisma tamu dan pesanggrahan.
Pantai Pancur, Merupakan pos terakhir dari Taman Nasional
Alas Purwo yang letaknya 3 Km dari pantai Trianggulasi. Tempat ini merupakan pemberhentian
sebelum menuju tempat wisata pantai Plengkung atau yang terkenal dengan sebutan
G-Land. Di pantai Pancur ini terdapat air yang keluar memancur dari bebatuan
cadas yang airnya tawar dan diyakini berkhasiat membuat awet muda. Pantai
Pancur ini memiliki kontur yang landai dan berpasir putih, tidak banyak
bebatuan sehingga aman untuk anak-anak bermain.
Gua Istana, Di Taman Nasional Alas Purwo ini dibagian ujung
pos pancur tanahnya berupa bebatuan karst atau kapur, jadi banyak di temukan
gua-gua, ada sekitar 44 gua salah satunya yang bisa di kunjungi adalah Gua
Istana. Untuk menuju ke gua Istana, pengunjung harus berjalan menembus hutan
bambu dengan suasana yang masih alami. Pengunjung diharap berhati-hati karena
bila musim hujan tanahnya licin, disarankan memakai sepatu khusus dari pada
memakai sandal. Tidak jarang, perjalanan ke sana terhalang pohon-pohon bambu
yang roboh menutupi jalan. Perlu waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke gua Istana
dari pos pancur. Keberadaan gua-gua di Taman Nasional Alas Purwo ini masih
dianggap keramat oleh masyarakat dan banyak digunakan untuk semedi seperti di
gua padepokan, gua Mayangkara, gua Gajah, gua Haji, gua Lowo dan gua Basori.
Makam 7 Meter, Terletak di tepian hutan Taman Alas Purwo,
desa Kalipahit, kecamatan Tegaldlimo. Komplek makam ini cukup unik dengan
panjang sekitar 7 meter dan berada di lokasi seluas ¼ Ha. Menurut warga
sekitar, makam itu adalah makam keramat, makam Eyang Suryo Bujo Negoro atau
Mbah Dowo. Konon, mbah dowo adalah penyebar agama islam di Banyuwangi sebelum
masa Wali songo dan Mbah dowo ini adalah seorang senopati dari kerajaan Demak,
namun di batu nisannya tidak terdapat identitas nama dan kapan wafatnya.
Menurut keterangan dari juru kunci makam, diperkirakan makam tersebut dahulu
adalah sebuah petilasan atau tempat singgah, bisa juga sebagai makam sungguhan
karena bentuknya mirip dengan makam Cuma memiliki panjang yang tak lazim. Seorang
paranormal juga menjelaskan bahwa makam keramat itu dihuni berbagai macam
makhluk ghaib/jin dan didalam makam tersebut terdapat sebuah pusaka sakti
berupa tombak yang bernama “Kyai Toro Welang”. Makam ini cukup ramai
dikunjungi, terutama di hari kamis manis atau bulan suro. Peziarah yang datang
bukan saja dari agama islam tapi juga hindu. Biasanya para peziarah hanya
berdoa di makam sebagian lagi melakukan
upacara ritual dengan membawa air sumur dan dibawa pulang lagi yang menurutnya
berkhasiat untuk ketenangan jiwa. Di sekitar makam ini juga dibangun balai
tempat peristirahatan dan beberapa toilet untuk para pengunjung.
Pantai Ngagelan, Pantai ini terletak 3 Km dari pos Rowo
Bendo atau 7 Km dari Pantai Trianggulasi. Rute terdekat dari pos Rowo Bendo
ditempuh dengan melewati jalan makadam dan menembus hutan bambu dan hutan
mahoni. Pantai ini merupakan tempat bertelurnya penyu, seperti di pantai
Sukamade. Biasanya, penyu-penyu itu akan bertelur di bulan Mei hingga
September. Beberapa jenis penyu langka yang singgah di pantai ini antara lain,
penyu hijau, penyu sisik, penyu blimbing dan penyu lekang.
Hutan Mangrove Bedul, terletak 12 Km dari pos Rowo Bendo
melalui jalur treking. Kawasan hutan mangrove ini mencapai 1200 Ha yang
membentang sepanjang 18 Km. Untuk menjelajahi hutan mangrove ini, pengunjung
bisa menyewa perahu menyusuri segoro anakan, yaitu sungai yang terhubung atau
bermuara dengan laut selatan. Nama Bedul sendiri, diambil dari nama sebuah ikan
yang mirip dengan ikan gabus tapi mempunyai sirip di punggung. Ikan ini banyak
terdapat di muara sungai dan biasanya di tangkap warga untuk d jadikan lauk.
Pantai Parang Ireng, terletak 1 km dari pos Pancur dengan
jalan menuju arah yang sama dengan pantai Plengkung. Pantai ini cukup unik,
memiliki pasir yang berbulir-bulir mirip butiran merica dan karang-karang yang
berlumut
Itulah beberapa objek wisata yang
terdapat di dalam Taman Nasional Alas Purwo, Bagi anda yang penasaran dan
tertarik bisa mencoba menjelajah Taman Nasional Alas Purwo. *)
Artikel lain:
Taman Batu Kapur “Geopark” di Wonosobo
keliahatan sangat bagus
ReplyDelete