|
Biji kopi arabica kualitas ekspor |
Pada perjalanan sebelumnya kita sudah
mengunjungi wisata alam kawah ijen dan melihat kehidupan masyarakat yang ada di
desa-desa di kaki gunung ijen termasuk didalamnya melihat jejak peninggalan
bersejarah masa Belanda berupa bangunan-bangunan berarsitektur khas Eropa
seperti Guesthouse, homestay, pabrik dan perkebunan kopi yang luas, lalu
melihat juga potensi wisata yang bisa dikembangkan di dalam desa-desa tersebut
seperti agrowisata perkebunan kopi, strawbery dan kacang macadamia juga wisata
alam seperti air terjun, goa kapur, pemandian air panas dan lain-lain. Episode perjalanan kali ini, Sisca
akan mengajak kalian menuju ke sebuah desa kecil 24 Km dari kecamatan Sempol
turun menuju arah kota Bondowoso, yaitu desa Sukorejo kecamatan Sumber wringin
yang berada di antara lereng gunung Ijen dan gunung Raung untuk melihat sebuah
inspirasi dari masyarakat dalam pengolahan kopi dari hasil perkebunan kopi yang
dikelola oleh rakyat. Perlu di ketahui, di kecamatan Sumberwringin ini,
khususnya desa Sukorejo dan beberapa desa adalah dominan perkebunan kopi yang
dikelola oleh rakyat sisanya area hutan pinus milik Perhutani. Kita menuju dusun Kluncing di desa
Sukorejo,untuk menemui pak Sukardjo yang tinggal di sebuah rumah sederhana
dengan halaman yang luas tepat bersebelahan dengan stasiun relay tv swasta dan
telephon seluler. Beliau ini menjadi petani kopi sejak 1986 dan baru sekarang
ini kopi Bondowoso bisa terkenal katanya dengan penuh semangat. Semua itu
berkat kerja keras masyarakat yang tergabung dalam Asosiasi petani kopi bekerja
sama dengan Bank Indonesia Jember,Bank Jatim,Masyarakat Indikasi Geografis,
|
mesin pengupas kulit |
|
Produk Inovasi |
Pusat penelitian kopi dan kakao, pemerintah kabupaten Bondowoso dan PT.Indocom
Cita Persada sebagai pihak swasta sebagai buyer. Mereka telah bersama melakukan
studi sejak tahun 2010 untuk memperbaiki proses tata niaga dan mutu pengolahan
kopi. Selama 4 tahun para petani yang tergabung di dalam Asosiasi Petanai kopi
yang terbagi dalam 37 kelompok tani dibina dan dilatih untuk mengolah kopi
dengan standart internasional. Dengan kerjasama itu mereka bertekad untuk
menjadikan kopi Bondowoso menembus pasar dunia dan mengangkat nasib petani.
Dahulu biji-biji kopi hasil dari perkebunan rakyat itu dihargai rendah oleh
pasar, padahal sekitar 2400 Ha wilayah itu adalah perkebunan kopi dengan
beberapa macam jenis seperti Arabica, Robusta dan beberapa jenis kopi unggulan
hasil persilangan. Proses tata niaga yang panjang lah penyebabnya di tambah
lagi adanya sistem ijon yang tidak menguntungkan, menjadikan para petani
menjual gelondongan basah dengan harga kisaran 2 ribu – 5 ribu per Kg dan
kisaran 20 ribu – 25 ribu untuk biji kopi kering. Dahulu pengolahan kopi
dilakukan secara tradisional karena kurangnya pengetahuan cara pengolahan yang
baik, biji-biji kopi tersebut setelah melalui proses kupas kulit dan pencucian
dikeringkan dengan menjemur biji-biji kopi itu di tanah atau dilapisi terpal
plastik, sehingga berpengaruh dalam rasanya seperti bercampur tanah atau berbau
seperti plastik. Pemilahan kopi juga tidak dilakukan antara yang matang dan
mentah sehingga kualitas biji kopi menjadi rendah. Kerjasama dengan berbagai
pihak tersebut bertujuan untuk memperbaiki proses pengolahan, penyedian
infrastruktur seperti gudang dan pencucian, bantuan peralatan pengolahan dan
proses tata niaga. Masing-masing pihak ini mempunyai peran masing-masing
seperti dari Puslit kopi dan kakao memberikan transfer ilmu cara pengolahan
biji kopi yang berstandart, Bank Indonesia memberikan bantuan dana pipanisasi
untuk proses pencucian, Bank Jatim memberikan bantuan dana untuk penyediaan
infrastruktur pergudangan dan peralatan pengolahan, PT.Indocom sebagai pembeli
langsung hasil pengolahan biji kopi dari kelompok petani sehingga memperpendek
rantai tata niaga. Penasaran dengan proses pengolahannya??, Mari kita melihat langsung
proses pengolahan kopi Arabica tersebut.
Tempat pengolahan biji kopi tersebut
terletak di samping rumah, terlihat puluhan pekerja yang lagi sibuk dengan
masing-masing kerjaannya, ada yang memilah biji kopi yang baru diambil dari
kebun, ada yang menjalankan mesin pemecah kulit dan pencucian, ada yang
menjemur kopi dan lain-lain. Semua pekerja disini adalah warga di sekitar yang
di bayar dengan upah harian, mereka bekerja hanya pada saat musim kopi saja kurang
lebih 2 – 3 bulan. Pengolahan kopi disini menggunakan sistem basah, artinya
memerlukan banyak air. Menurut pak Sukardjo, untuk 1 Kg biji kopi
perbandingannya memerlukan 1 – 6 Liter air bersih untuk proses pencucian. Hal
pertama yang dilakukan adalah proses pemetikan buah kopi yang dilakukan dengan
hanya memilih buah yang benar-benar sudah masak atau merah. Kemudian buah-buah
ini akan disortir/dipilah kembali untuk memisahkan tingkat kemasakan buah.
Proses selanjutnya adalah perambangan biji kopi, menggunakan air. Biji-biji
kopi hasil sortiran itu dimasukan dalam air untuk memisahkan biji kopi yang
kosong dan mengambang, jadi yang lolos seleksi hanya biji kopi yang tenggelam saja.
Selanjutnya buah dibawa ke mesin pulper/pengupasan untuk dikupas kulit merahnya
lalu biji kopi dimasukan ke washing station untuk proses pencucian. Pada tahap
ini juga terdapat pensortiran, antara biji kopi yang mengambang dan biji kopi
yang tenggelam dipisahkan ke tempat yang berbeda. Tahap berikutnya adalah
proses fermentasi, dimana biji kopi yang masih dibalut kulit tanduk/ari yang
berwarna putih tipis didiamkan dalam bak penampungan (fermentation tank) selama
kurang lebih 12-18 jam dengan ditutup terpal. Proses fermentasi ini bertujuan
untuk mengembangkan aroma, acidity dan flavor biji-biji kopi tersebut. Setelah
fermentasi biji-biji kopi tersebut akan dibilas kembali dan disortir kembali
secara manual dengan tangan untuk memisahkan biji kopi yang berkualitas bagus
dan jelek serta biji kopi yang cacat (defect), kemudian dijemur pada alat
penjemuran/para-para sehingga biji kopi tidak bersentuhan langsung dengan
lantai/tanah. Proses pengeringan ini memakan waktu selama 3 – 11 hari sampai
mencapai tingkat kelembaban 11 – 12%, barulah biji-biji kopi ini siap dikemas
dalam karung goni untuk disetor. Metode pengolahan kopi dengan proses basah ini
bertujuan membuat kopi lebih terasa acidity-nya dengan body yang lebih ringan
namun rasa yang dihasilkan lebih beragam. Sejumlah besar negara produsen kopi
di Amerika Latin juga melakukan proses pengolahan dengan metode basah ini. Di
Indonesia banyak di terapkan di daerah penghasil kopi Arabika di Jawa,Bali,
Sumatra dan sebagian Sulawesi. Sinergi dari berbagai pihak ini telah
menghasilkan ekspor perdananya pada tahun 2011, dengan mengekspor biji kopi
kering sebanyak 300 ton ke mancanegara dengan label/brand Ijen Raung Coffee
yang tentunya telah bersertifikat internasional. Negara tujuan ekspor tersebut
antara lain adalah negara-negara di Eropa seperti Belanda,Italia,
Swiss..Australia,Jepang dan Amerika. Bahkan, gerai starbuck di Amerika Serikat
telah menggunakan biji-biji kopi ini untuk minuman digerainya untuk minuman jenis
java coffee-nya. Selain mengekspor biji-biji kopi
kering ini, para petani yang tergabung dalam kolompok pak Sukardjo ini juga
berinovasi menciptakan produk-produk olahan bubuk kopi yang diolah secara
tradisional dengan standart mutu tinggi yang telah dipasarkan melalui
koperasi-koperasi, pameran dan pasaran lokal. Produk-produk olahan kopi
tersebut diberi brand Java coffee Ijen-Raung Cap Gunung Kembar, antara lain: kopi
luwak, kopi jahe, kopi madu, kopi lanang yang konon berkhasiat untuk obat
herbal kejantanan pria, kopi arabica dan kopi robusta. Berkat dedikasinya
sebagai petani kopi dan ketua kelompok petani kopi, pak Sukardjo pernah
mendapatkan berbagai macam penghargaan dari pemerintah di masa lalu. Dengan
adanya kerjasama ini, kini ada harapan baru untuk para petani kopi di wilayah
ini untuk lebih berkembang dan maju. Smoga sukses..*)
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda, terima kasih