Lumajang – Banyak menyimpan potensi wisata
yang mengagumkan, tidak hanya puncak Mahameru di Gunung Semeru, keindahaan ranu
dan pesona bukit B-29 saja, tetapi di balik kemegahan gunung Semeru, ternyata
terdapat masyarakat religius dengan berbagai budayanya yang sakral dan masih
ada hingga sekarang, salah satunya yang ada di desa Senduro, yaitu sebuah
bangunan atau tempat peribadatan umat Hindu “Pura Mandara Giri Semeru” yang menjadi
tujuan wisata religi yang banyak dikunjungi para wisatawan dan masyarakat hindu
dari luar Jawa Timur, seperti dari Bali, terutama saat hari-hari besar
keagamaan atau upacara ulang tahun Pura ( piodalan) yang diadakan setiap tahun
di bulan Juli. Peristiwa keagamaan dan bangunan Pura inilah yang menarik bagi
para wisatawan untuk berkunjung melihatnya. Biasanya dalam acara keagamaan
tersebut setelah melakukan doa ditampilkan berbagai macam kesenian khas
masyarakat hindu termasuk kesenian dari Bali. Pura Mandara Giri Semeru ini merupakan
Pura terbesar setelah Pura Agung di Besakih Bali yang kisah pendiriannya
berkaitan langsung dengan upacara Nur tirta, yaitu upacara pengambilan air suci
ke petirtaan atau sumber air di Watu Kelosot di kaki Gunung Semeru oleh umat
hindu dari Bali. Upacara ini adalah bagian dari proses upacara agung karya ekadasa
rudra di Pura Besakih, Bali. Menurut sejarah umat hindu, upacara tersebut
dilakukan pada bulan Maret tahun 1963 yang dilakukan lagi pada tahun 1979. Pada
upacara ini air suci harus dibawa dari gunung semeru menuju ke pura agung di
kaki gunung Agung di Besakih, Bali. Dengan adanya upacara yang dilakukan secara
berkala yang melibatkan masyarakat hindu di Bali dan masyarakat hindu di
sekitar gunung Semeru maka diputuskan untuk mendirikan sebuah tempat suci di
kawasan yang menurut kepercayaan umat hindu di percaya sebagai kawasan suci
sejak masa Jawa Kuno. Proses pembangunan tempat suci ini pada awalnya sempat
menemui kendala dalam masalah perizinan karena dikuatirkan menimbulkan masalah
kerukunan karena tempat peribadatan tersebut berdiri di area sekitar masyarakat
dengan agama lain. Namun, akhirnya dikeluarkanlah izin pembangunan pada tahun
1990 dan mulai dibangun secara bertahap mulai tahun 1991 hingga sekarang.
Keberadaan Pura Mandara Giri ini telah membuktikan dapat menjamin kerukunan
bersama masyarakat sekitar yang mayoritas bukan beragama hindu bahkan semakin
menambah keunikan budaya masyarakat yang ada di sekitar gunung Semeru. Posisi
Pura Mandara Giri persisnya terletak di desa Senduro atau sekitar 17 Km dari
kota Lumajang dan 39 Km dari desa Ranupani, desa tempat persinggahan terakhir
sebelum menuju ke puncak Mahameru di gunung Semeru. Rute dari kota Malang
melewati desa Tumpang kemudian dilanjutkan dengan menaiki truk atau sewa jeep
menuju ke desa Ranupani yang berjarak 43 Km. Dari desa Ranupani dilanjutkan
menuju ke Pura Mandara Giri melalui jalanan yang berliku sepanjang kurang lebih
39 Km menggunakan kendaraan sewa. Sepanjang perjalanan dari desa Ranupani
melewati jalanan kecil yang rusak dengan kanan kiri hutan dan tidak jarang
ditemukan hambatan seperti adanya pohon tumbang jadi diharapkan hati-hati.
Jalur lain menuju ke Pura Mandara Giri adalah lewat Lumajang, dari terminal
Wonorejo dilanjutkan naik angkutan umum atau pribadi menuju ke arah kota
Lumajang turun di Klojen dan dilanjutkan menuju ke Senduro menggunakan
kendaraan Elf bila menggunakan kendaraan umum dengan waktu tempuh sekitar 1 jam
turun di pasar Senduro. Dari pasar Senduro banyak jasa ojek yang bisa di sewa
untuk mengantar hingga sampai di Pura Mandara Giri.
Setelah tiba di depan
gerbang utama masuk Pura, para pengunjung akan dibuat kagum dengan arsitektur
bangunan Pura yang mirip dengan Pura-Pura yang ada di Bali karena masih
mengikuti gaya arsitektur kuno dari zaman kerajaan Majapahit dengan corak khas
kebudayaan hindu terlihat dari tata letak, bentuk bangunan dan relief bangunan.
Mulai memasuki dari gerbang utama, pengunjung akan melihat bangunan candi megah
lengkap dengan bangunan besar tempat bersembahyang dan menaruh sesajian atau
biasa di sebut padmasana. Di bagian lain sisi dari Pura terdapat candi Bentar
dan candi Kurung yang terletak dibagian tengah. Masuk lebih dalam lagi terdapat
beberapa bale yang digunakan sebagai tempat peristirahatan dan tempat
penyimpanan barang seperti bale patok, bale gong, bale kulkul dan gedong
simpen. Di bagian dalam juga terdapat sebuah pendopo, yang disebut sebagai
pendopo suci yang digunakan sebagai dapur khusus dan terdapat juga bale
patandingan yang digunakan untuk melakukan pertemuan-pertemuan tertentu. Disaat
akan dilangsungkannya upacara keagamaan, biasanya pengunjung dilarang memasuki
area utama terutama di bangunan bale agung dan padmanabha sebagai tempat utama
untuk upacara, karena tempat tersebut dianggap suci dan dijaga secara khusus. Pada
perkembangannya, dilakukan juga perluasan area Pura di sisi timur dengan kontur
tanah lebih rendah dengan dibangun beberapa bale yang berfungsi sebagai bale
pendukung saat kegiatan acara di Pura, seperti bale pasraman sulinggih, bale
simpen peralatan dan 2 buah bale pagibungan. Di sisi sebelah selatan terdapat
bangunan pendopo yang megah dan luas yang disebut wantilan yang semuanya khas
bercorak budaya hindu pada arsitekturnya. Keberadaan Pura Mandara Giri Semeru
ini membawa ciri khas tersendiri sebagai objek wisata religi di kabupaten
Lumajang, dengan bangunan –bangunan khas corak hindu sama seperti bangunan
peribatan di Bali dan dengan adanya Pura Mandara Giri Semeru ini membawa
keunikan tersendiri dan menambah kekayaan budaya masyarakat kabupaten Lumajang
khususnya bagi masyarakat di sekitar gunung Semeru dan tentunya menjadi bukti
kerukunan antar umat beragama, jadi pantas untuk dijadikan sebuah pelajaran
akan nilai seni dan budaya yang menjadi satu dalam wisata religi kali ini.*)
Artikel lain :
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda, terima kasih