Setelah melakukan pendakian
ke Gunung Raung, episode perjalanan kali ini sisca dan teman-teman akan
melanjutkan perjalanan dari kecamatan Sumber wringin turun ke arah kota
Bondowoso untuk mampir melihat sentra pengrajin kuningan yang terletak di desa
Cindogo dan desa Jurang Sapi, Kecamatan Tapen yang pernah menjadi ikon dari kabupaten Bondowoso. Letak sentra pengrajin kuningan ini
berada di jalan utama Situbondo-Bondowoso, jadi sangat mudah untuk ditemukan.
Konon sentra pengrajin kuningan ini pernah merasakan masa-masa kejayaannya
sebelum tahun 1998 dengan pasaran hingga mencapai mancanegara dan selalu
kebanjiran pesanan. Tapi, sekarang sudah lewat masa itu, kini terasa lesu,
banyak pengrajin kuningan yang gulung tikar beralih profesi dan hanya tersisa
beberapa saja yang mesih bertahan, begitu juga showroom kerajinan kuningan hanya
menyisakan beberapa saja itu pun hanya melayani pasaran lokal atau terima
pesanan saja. Mari kita cari tahu yuk...
kerajinan kuningan bentuk vas |
Menurut cerita salah satu pemilik
showroom kerajinan kuningan yang kami temui, kerajinan ini sudah ada dan
dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, tapi tidak tahu persisnya sejak kapan.
Mayoritas warga di dua desa ini telah menjadikan kuningan sebagai mata
pencarian sejak dulu dan saya sendiri telah menekuninya sejak tahun 1976. Proses
pembuatan kerajinan kuningan ini dari awal hingga jadi tidaklah mudah, yang
pertama adalah membuat cetakan atau mal sesuai bentuk yang diinginkan. Cetakan
atau mal itu dibuat dari tanah liat atau kayu, setelah sesuai dengan bentuk dan
ukuran yang diinginkan, cetakan atau mal tadi diduplikasi dalam bentuk malam,
untuk membentuk tiga demensi. Kemudian malam dilapisi tanah liat dan pastikan
jangan sampai bocor, hanya bagian atas saja yang diberi lubang untuk memasukan
cairan kuningan. Karena mal ini berfungsi sebagai cetakan maka harus dibuat
sebaik mungkin dan hati-hati, kalo tidak, nanti waktu dituangi cairan kuningan
panas akan pecah. Agar kuat maka tanah yang digunakan sebagai bahan cetakan
harus dipilih yang bagus, tidak semua tanah bisa tahan dengan panas tinggi,
itulah sebabnya kenapa sentra kerajinan ini hanya ada di dua desa ini, karena
kondisi tanahnya yang cocok. Proses kedua adalah menuangkan dengan hati-hati,
kuningan cor panas yang baru diambil dari tungku perapian. Setelah agak dingin
kira-kira satu jam kemudian, cetakan yang terbuat dari tanah tersebut
pelan-pelan dipecah hingga tinggal kuningan yang sudah berbentuk. Proses ketiga
atau terakhir adalah menggosok dan mengukir bentuk kuningan tadi baru kemudian
dihias dengan cat sesuai dengan bentuknya. Bentuk kerajinan kuningan disini ada
bermacam-macam, seperti bentuk hewan (naga,kuda,burung,angsa,gajah dll ),
bentuk vas( pot bunga,guci ) dan bentuk hiasan seperti tempat lilin, sendok
ukir, tempat kue dan cetakan kue. Harganya juga bervariasi, tergantung tingkat
kesulitan dan ukurannya, ada yang puluhan ribu hingga jutaan. Pasaran kerajinan
kuningan ini ke kota-kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Bali, Jakarta dan
Batam. Untuk manca negara pernah melayani pesanan dari Malaysia dan Arab.
Hasilnya lumayan, terbukti kuningan bisa menghidupi warga di dua desa ini pada
masa lalu. Kenapa sekarang sepi ???
Masalah
utama dari kerajinan kuningan ini adalah kesulitan bahan baku yaitu kuningan.
Dulu sebelum 1998 harga bahan baku kuningan hanya 10 ribu/Kg kini sudah
melambung mencapai 40 ribu/kg, akibatnya banyak pengusaha kerajinan yang gulung
tikar karena biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual. Para pengrajin
pun juga merasakan hal yang sama karena minimnya penjualan dan pesanan memaksa
mereka berhenti bekerja dan alih profesi bekerja di tempat lain, ada yang
menjadi petani bahkan ada juga yang jadi TKI ke luar negeri. Kadang dalam satu
bulan belum tentu ada pembeli yang mampir ke showroom
ini. Omset pembelinya
sudah turun 75% hanya menyisakan 25% saja. Masalah lainnya adalah kurangnya
regenerasi dari pengrajin kuningan ini, warga di dua desa ini sepertinya kurang
ada peminat untuk menjadi pengrajin lagi. Mungkin hanya tersisa puluhan orang
saja yang masih menekuninya dengan alasan ingin meneruskan warisan nenek
moyangnya. Peran pemerintah daerah juga kurang perduli terhadap kondisi
kerajinan kuningan saat ini. Yang utama bagi para pengusaha kerajinan ini
adalah bantuan untuk pemasaran selain bantuan untuk mengatasi kekurangan
ketersediaan bahan baku dan modal. Melihat kondisi saat ini, para pengrajin
kuningan ini Cuma bisa berharap kondisi ekonomi akan kembali membaik, meskipun
hal ini juga belum tentu memberikan perubahan untuk mendongkrak kembali
penjualan sampai mengembalikan era kejayaan kerajinan kuningan seperti sebelum
tahun 1998 lalu. Di masa sulit ini sepertinya para pengrajin perlu bersatu untuk
mencari terobosan sendiri untuk mengatasi masalahnya, perlu cara-cara kreatif
& inovatif untuk memasarkan dan mengatasi kesulitan bahan baku dengan
mendatangkan dari luar daerah ini, .....selalu ada jalan di setiap kesulitan
asalkan tidak putus asa, smoga hal ini bisa mengembalikan kejayaaan kerajinan
kuningan*)
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda, terima kasih