Probolinggo – kota yang terkenal dengan wisata
gunung Bromo, air terjun Madakaripura dan pantai Bentar ini ternyata, memiliki
sejarah tersendiri sejak zaman dahulu. Konon, pada masa kerajaan Majapahit
tempat ini sebagai wilayah yang penting, hal ini terbukti dari beberapa
peninggalan bangunan atau tempat peribadatan kuno yang dikenal dengan candi
yang tersebar di beberapa wilayah di Probolinggo. Mari kita lihat situs candi
peninggalan Majapahit tersebut, sambil berwisata kita juga bisa belajar sejarah
masa lalu, antara lain adalah :
Candi Kedaton, terletak di dusun Kedaton, desa
Andungbiru, kecamatan Tiris, kabupaten Probolinggo, berada di lereng gunung
Argopuro yang tempatnya juga berdekatan dengan tempat wisata danau Ranu Agung
atau 60 Km dari pusat kota Probolinggo. Candi ini terbuat dari batuan andesit,
meski bangunan candi ini hanya tersisa bagian kaki dan baturnya saja, tapi
tempat ini menjadi bukti sejarah peninggalan masa kerajaan Majapahit, yang
terlihat dari gambaran relief yang terukir di dinding candi. Candi Kedaton ini
berdiri dilahan seluas 50 meter persegi dengan luas bangunan 6 meter persegi
dan lingkungan sekitar adalah perkebunan kopi sehingga terlihat begitu asri dan
sejuk karena berada di tempat yang agak tinggi di 600 Mdpl. Untuk masuk ke lokasi candi, para pengunjung
harus menemui juru kunci yang menjaga candi ini. Berdasarkan sejarah candi
Kedaton ini dibangun pada abad 14 dan menjadi pusat tempat pertapaan umat hindu
syiwa, hal ini terlihat dibagian tangganya terdapat relief yang bertuliskan
tahun 1292 saka atau 1370 M. Dibagian lain sekitar candi juga terdapat sungai
tekong dan beberapa bagian candi seperti punden berundak dan arca bima yang dahulu
ditemukan tidak jauh dari sungai dan saat ini arca tersebut disimpan di museum
Trowulan, Mojokerto. Beberapa peneliti juga berpendapat bahwa banyaknya
penemuan situs di sekitar kecamatan Tiris merupakan sejarah asal usul penamaan
Probolinggo yang diduga berasal dari kata “Prabha” yang berarti sinar dan kata “Lingga”
yang berarti dewa (syiwa). Orang-orang setempat biasa menamakan Probolinggo
yang berarti tempat yang bersinar. Di candi Kedaton sendiri di tiga sisinya terdapat
relief yang bercerita kisah-kisah kepercayaan hindu pada masa dahulu, seperti
kisah “Arjunawiwaha” yang bercerita tentang kisah Arjuna saat melakukan
pertapaan mencari senjata sakti, kemudian ada juga relief bergambar arjuna yang
menghaturkan sembah kepada dewa syiwa, kemudian diberilah sebuah panah sakti
yang dinamakan pasopati. Di sisi bagian selatan, terdapat sebuah relief kisah “garudeya”
yang menggambarkan garuda sedang menghaturkan sembah kepada ibunya, namun
sayang relief tersebut sudah tidak lengkap karena bagian atas dan bawahnya sudah
hilang. Di sisi candi sebelah timur
terdapat relief “Bho mantaka” atau “Bhomakawya” yang menceritakan kisah
sri krisna yang hendak membunuh bhoma dalam sebuah peperangan menggunakan
senjata cakra. Menurut pendapat para peneliti juga, keberadaan Candi Kedaton
ini sekaligus sebagai penanda pentingnya kawasan di sekitar lereng Argopuro ini
yang dahulu pada masa kerajaan majapahit merupakan daerah khusus yang dianggap
penting atau sebagai wilayah karesian atau tempat pertapaan. Masyarakat sekitar
juga percaya bahwa tempat ini dahulu adalah tempat pertapaan dewi Rengganis
sebagai penguasa gunung Argopuro.
Pesona wisata & jendela Inspirasi :
Candi Jabung, terletak di desa Jabung, kecamatan
Paiton, kabupaten Probolinggo atau sekitar 5 Km ke arah timur dari Pajarakan.
Keberadaan Candi Jabung ini juga sebagai situs penanda penting pada masa
kerajaan Majapahit. Konon, tempat ini
dahulu adalah tempat persinggahan raja majapahit Hayam Wuruk saat menempuh
perjalanan menuju ke timur bersama mahapatih Gajahmada pada tahun 1359 masehi.
Seperti halnya di Candi Kedaton, Candi Jabung ini juga dianggap sebagai penanda
asal usul nama Probolinggo dari kata “Prabu” yang berarti raja dan “Linggih” berarti duduk. Candi
Jabung terbuat dari batu bata merah berkualitas tinggi yang diukir untuk
membentuk relief, dengan ukuran bangunan, panjang 13,11 meter, lebar 9,58 meter
dan tinggi 15,58 meter, yang berdiri di lahan seluas 35 X 40 meter dan setelah diadakan pemugaran luasnya
bertambah menjadi 20 an meter persegi. Arsitektur
candi Jabung ini hampir sama dengan candi Bahal yang ada di Sumatra Utara, dan
berdasarkan kitan pararaton di sekitar candi Jabung ini adalah tempat pemakaman
keluarga raja Majapahit yaitu Bhre Gundal. Situs candi ini terletak di
ketinggian 8 Mdpl yang terbagi menjadi dua bangunan utama, yaitu bangunan besar
dan bangunan kecil atau yang biasa disebut candi sudut. Bangunan utama candi
terdiri dari bagian batur, kaki, tubuh dan atap yang pada bagian tubuhnya
berbentuk silinder atau persegi delapan yang berdiri diatas bagian kaki yang
bertingkat tiga berbentuk persegi. Pada bagian atapnya terdapat stupa namun
sudah runtuh dan hanya terlihat hiasan motif sulur-suluran. Di bagian batur
yang berukuran 13,11 meter dan lebar 9,58 meter ini terdapat relief yang
menggambarkan kisah dalam kehidupan sehari-hari seperti gambar seorang pertapa
dengan sorban berhadapan dengan muridnya, dua lelaki yang sedang menimba sumur
dan singa yang berhadapan. Di bagian kaki candi, terbagi menjadi dua bagian
yaitu tingkat pertama yang banyak
terdapat pahatan gambar manusia, binatang dan pohon-pohonan, sedangkan di
tingkat kedua terdapat ukiran kala dan ornamen daun-daunan. Dibagian tubuh
candi, juga terdapat relief bergambar seorang wanita yang naik dipunggung
seekor ikan, yang dalam kisah agama hindu bercerita tentang kisah pelepasan
jiwa sri tanjung yang menggambarkan tentang sebuah kesetiaan. Tidak jauh dari
candi Jabung sekitar 2 Km terdapat sebuah sumber air atau pemandian di desa
Tamansari yang dipercaya masih ada kaitannya dengan ritual yang dijalankan di
candi Jabung pada zaman dahulu begitu juga keberadaan sumber air di desa
Wangkal, kecamatan Gading.
Artikel Lain:
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar anda, terima kasih