Jember – Kabupaten yang berada di Jawa Timur
ini banyak dikenal karena potensi wisatanya, salah satunya yang cukup terkenal
dan selalu menjadi ikon adalah Jember Festival Carnaval ( JFC ), yaitu sebuah
event tahunan yang diselenggarakan secara rutin yang tujuannya memperkenalkan
kebudayaan yang menjadi ciri khas suatu daerah melalui pawai busana yang
dikemas secara apik, unik dan kontemporer tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisionalnya.
Selain JFC, kabupaten Jember juga dikenal dengan wisata alamnya seperti pantai Papuma dan air terjun yang tersebar dibeberapa wilayah di kabupaten Jember dan
beberapa wisata berbasis edukasi seperti yang dilakukan oleh Puslit Koka Indonesia yang memberikan pengetahuan cara pengolahan kopi dan kakao yang
dikemas dalam paket wisata, wisata batik tulis di kecamatan Sumber Jambe dan
satu lagi adalah kampung wisata Ledokombo.
Kampung wisata Ledokombo terletak 30 Km dari kota Jember
adalah sebuah destinasi wisata yang terdapat di lereng gunung Raung yang sejuk dan
tenang yang sangat cocok untuk tempat istirahat mengisi liburan bersama teman
dan keluarga. Kampung wisata ini tergolong unik dengan menawarkan sebuah wisata
berbasis edukasi dimana para pengunjung bisa berinteraksi langsung dengan
masyarakat setempat yang tergabung dalam komunitas “tanoker” yang dalam bahasa
setempat berarti kepompong. Di tempat ini para pengunjung akan terbawa suasana
masa lalu di balut suasana khas pedesaan yang akan membuat pengunjung betah
terutama anak-anak. Di kampung wisata Ledokombo, kita bisa bermain permainan
egrang, bermain polo di lumpur, mandi di sungai yang jernih, belajar membuat
kerajinan dan belajar menanam padi yang semua itu tidak akan didapatkan oleh
orang-orang yang tinggal diperkotaan. Untuk menuju ke kampung wisata Ledokombo,
bisa dilakukan dengan kendaraan umum dan pribadi. Bila menggunakan kereta api
dari Surabaya dengan 4 jam perjalanan, turun di stasiun Kalisat dan dilanjutkan
dengan mobil umum ke Ledokombo. Untuk kendaraan bus, bisa turun di Terminal
Tawangalun dan dilanjutkan dengan angkutan pedesaan menuju ke Ledokombo dan
bila menggunakan pesawat terbang, transit di bandara Juanda Surabaya kemudian
dilanjutkan menuju Jember menggunakan Garuda yang membuka penerbangan 1x sehari
tiap jam 09:00 pagi, tiba di bandara Notohadinegoro lanjut perjalanan
menggunakan taksi ke Ledokombo selama 40 menit dengan tarif sekitar
Rp.150.000,-
Kampung wisata Ledokombo ini di rintis oleh bapak Supohardjo
dan istrinya Farha ciciek yang dibentuk dalam sebuah komunitas “Tanoker” yang
melibatkan masyarakat setempat yang menempatkan kampung wisata ini sebagai
subyek wisata bukan objek dengan konsep “sharing culture dan sharing empowering”
antara penduduk setempat dengan komunitas “Tanoker”. Awalnya bapak Supohardjo
dan istrinya Farha ciciek hanya mendirikan komunitas untuk bermain egrang yang
merupakan permainan tradisional yang mengusung filosofi kebersamaan dan
kegembiraan demi menghibur anaknya yang baru pindah dari Jakarta, kemudian
komunitas egrang ini berkembang menjadi sebuah festival tahunan yang selalu
digelar setiap bulan agustus dan menjadi ikon khas kampung wisata ini.
Permainan Egrang adalah permainan dengan mengandalkan kaki untuk berdiri di
atas dua bilah bambu yang bagian bawahnya dipasang papan kecil dari bilah bambu
yang berfungsi sebagai pijakan kaki. Dengan ketinggian bambu mencapai satu
meter bahkan lebih, para pemain di tuntut kelihaiannya dalam menjaga
keseimbangan dan berjalan. Apabila dimainkan secara berkelompok, permainan
egrang ini akan membentuk sebuah kesatuan dan akan terlihat suasana kebersamaan
antara para pemain. Di kampung wisata Ledokombo ini festival egrang yang
digelar setiap tahunnya di bulan agustus, menampilkan pawai egrang dengan
warna-warni kostum dan peralatan egrang, di iringi aneka tari-tarian
tradisional sehingga terasa meriah. Festival tahunan ini cukup menarik
perhatian para peminat wisata bahkan beberapa pejabat setingkat menteri,
wisatawan dari luar Jember bahkan dari mancanegara selalu hadir dalam festival
ini. Permainan lain di kampung wisata ini adalah “polo lumpur” atau bermain
bola disawah yang berlumpur.
Permainan ini sangat digemari anak-anak dan para
remaja, mereka terlihat asyik bermain bola bersama-sama meski badan mereka
kotor terkena cipratan lumpur. Selesai bermain polo lumpur, mereka bisa mandi
di sungai yang sangat jernih dan menyegarkan, yang tidak akan pernah dirasakan
oleh mereka yang tinggal diperkotaan, mereka terlihat asyik ramai-ramai
menceburkan diri di sungai yang jernih ini dengan sesekali terdengar riuh
mereka bercanda. Untuk para bapak-bapak juga tidak ikut ketinggalan, mengikuti
kegiatan berbasis edukasi seperti belajar menanam padi langsung disawah yang
berlumpur dan untuk ibu-ibu bisa mengikuti kegiatan membuat kerajinan unik yang
semua kegiatan itu dibimbing langsung oleh masyarakat setempat sehingga terasa
suasana santai dan penuh kekeluargaan yang menjadikan bagian dari konsep kedua
yang diusung kampung wisata ini, yaitu “Home Sweet Home”.
Para pengunjung kampung wisata ini tidak hanya disuguhi
permainan tapi juga wisata kuliner tradisional seperti “kudapan” atau jajanan dengan
menu kreatif nasional dan internasinal yang diolah dari bahan-bahan hasil kebun
sendiri, seperti dari jagung, ubi kayu, singkong, pisang yang semua itu
disajikan secara menarik ala hotel berbintang yang cita rasanya tidak kalah
dengan yang ada diperkotaan. Di malam hari, pengunjung bersama masyarakat bisa
membuat api unggun dan bernyanyi sambil bermain gitar bersama-sama. Kampung
wisata ini juga menyediakan tempat untuk area camping di perbukitan yang luas
dan dapat menampung hingga 250 orang. Untuk pengunjung yang ingin menginap
telah disedikan homestay yang tersedia untuk perorangan dan rombongan atau
keluarga. Harga homestay ini bervariasi, untuk perorangan sekitar Rp.60.000,- ,
untuk keluarga sekitar Rp.300.000,- dan untuk rombongan besar bisa menggunakan
pondok paviliun dengan fasilitas lengkap termasuk makan 3x sehari dengan tarif
sekitar Rp.500.000,- sampai Rp. 1.000.000,-
Artikel lain :